Cepat, Lugas dan Berimbang

Berno Beding, Dosen PBSI UNIKA St Paulus Ruteng Raih Peringkat Dua Nasional Lomba Menulis Opini

Dunia Pendidikan
Bernardus T. Beding, Dosen pada UNIKA Santu Paulus Ruteng

Ruteng, infopertama.com – Kabar baik bagi civitas akademika UNIKA St. Paulus Ruteng atas raihan prestasi tingkat Nasional dalam Lomba Menulis Opini di Media Massa yang digelar oleh Komisi Sosial (Komsos) Konferensi Wali Gereja Indonesia. Bernadus Tube Beding (Berno), Dosen PBSI Unika St. Paulus Ruteng melalui opininya Agama dan Spritualitas Berbicara terpilih sebagai pemenang kedua.

Berno Beding, begitu sapaan akrabnya kepada infopertama menjelaskan bahwa lomba menulis opini di media massa itu dalam rangka memeringati hari komunikasi sedunia yang rutin diadakan oleh KWI.

“Menulis merupakan salah satu jalan pewartaan. Ketika kita menulis, kita berbicara dengan hati. Hati yang menjadi titik star seseorang untuk berbahasa yang baik, benar, dan santun. Berbahasa dari roh diri (suara hati) sendiri berarti mewartakan kebaikan.”

Saya memberi apresiasi kepada Kepausan yang “menyuarakan” pentingnya “kemahiran berbahasa” (membaca, berbicara, menyimak/mendengarkan, dan berbicara” dalam menyongsong Hari Komunikasi Sedunia. Tahun ini Kepausan mengajak kita untuk “Berbicara dengan Hati”.

“Terima kasih juga untuk keluarga, Civitas Academika Unika Santu Paulus Ruteng sebagai rahim akademik yang selalu memberi ruang belajar kepada saya.” Tutur pria yang pernah menjadi Novis di SVD Kuwu itu.

Ketahui, Komsos KWI menyelenggarakan Lomba Menulis Opini di Media Massa ini gelaran rutin tahunan. Untuk tahun 2023, KWI mengumumkan gelaran lomba pada 14 Maret. Terhitung sejak 14 Maret hingga 10 Mei waktu para peserta mempublikasikan Artikel opini di media massa. Sementara batas waktu penyerahan bukti pemuatan Artikel Opini ke panitia berakhir pada 15 Mei. Dan, pengumuman pemenang lomba gelar pada Minggu, 21 Mei 2023.

Agama dan Spritualitas Berbicara

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, agama merupakan suatu institusi vital. Agama hadir dan memainkan peranan sebagai stabilisator dan dinamisator, mengatur segala realitas manusia yang sering retak. Benar juga kalau dikatakan bahwa agama termasuk lembaga tertua dalam masyarakat yang prihatin terhadap masalah-masalah permusuhan dan perdamaian.

Hal itu bisa dilihat, misalnya kegiatan peribadahan dan tempat-tempat ibadah berfungsi sebagai sentrum dan integrator; sebagai wadah Treuga Dei (Perdamaian Allah) bagi pihak-pihak yang bertentangan. Atau meminjam ucapan Karl Mangeim, agama berfungsi sebagai sinndeutung und sinnverdeutlichung des zusammenlebens (pemberi makna dan penjelasan atas hidup bermasyarakat). Atau sebagai grenzsituation (situasi batas) menurut Karl Jaspers.

Tentu, buat setiap penganutnya, agama sangat penting. Kendati zaman teknologi telah tumbuh menjadi suatu kratos (kekuatan) tersendiri, agama tetap menjadi prioritas. Bisa dipahami kalau Peter L Berger memaklumatkan bahwa agama merupakan suatu sacred canopy (langit suci) yang melindungi manusia dari situasi chaos, yaitu situasi tanpa arti, situasi anonim.

Spiritualitas berbicara dengan hati

Suatu kajian mendalam memperlihatkan agama memiliki multi dimensi dalam fungsinya. Hakikatnya, agama dapat dilihat sebagai bentuk pengungkapan rasa kepatuhan manusia pada yang transenden, yang absolut, dan imanen dalam berbagai bentuk simbol dan tradisi sesuai dengan konteks historis tertentu.

Satu sisi, agama juga tidak terlepas dari perspektif sosiologis kemasyarakatan. Bagi setiap penganutnya, agama dilihat sebagai ultimum remedium, semacam senjata pemungkas, yang bisa meredam segala macam konflik; atau boleh memberikan warna human terhadap modernisasi yang cendrung reduktif.

Demikian juga dengan agama. Seturut hakikatnya yang historis, agama tidak pernah dihayati dalam suatu kevakuman. Ia memiliki sesuatu yang oleh Paus Fransiskus disebut ‘Hati yang mondorong kita untuk datang, melihat, dan mendengarkan. Dan hati itu pula yang menggerakkan kita berkomunikasi secara terbuka dan ramah’. Artinya, agama terlibat dan menyatu dengan kemanusiaan manusia, dalam setiap pergulatan hidup manusia, pada setiap perubahan yang terjadi.

Paus Fransiskus memberi ‘obat’ untuk menyembuhkan realitas ‘kegilaan’ dan berbagai persoalan hidup sosial manusia, yakni ‘berbicara dengan hati’. ‘Obat’ tersebut merupakan pesan beliau untuk Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-57 pada 21 Mei 2023.

Paus ingin mengatakan bahwa agama memiliki concern terhadap realitas dan situasi dunia nyata. Saya boleh katakan, Paus ingin menegaskan keberadaan agama; bahwa agama tidak sekadar memuaskan ‘Zeus di puncak Olimpus’, tetapi sebaliknya memiliki ‘program Kristiani—sebagaimana ditulis Paus Benediktus XVI—yakni ‘hati yang melihat’. (Ensiklik Deus Caritas Est, art.31, 25 Desember 2005)

Opini Selengkapnya anda bisa baca di sini

Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel